Ibuku berpesan, naik bus kota saja. Supaya lebih cepat sampai. Hei, tadi aku bermimpi. Mimpi yang cukup indah bagiku. Ah ya, bagaimana mungkin tidak indah, jika itu adalah tentangmu? Walaupun selepas sadar. Aku kesal, mengapa kau balik lagi di hadapanku? Setelah kiranya aku mengubur rasa ini amat dalam, seenaknya saja kau muncul dalam mimpiku. Aku bahkan lupa kalau dulu kita pernah bertemu, di situ. Ya, di bus kota. Aku bersama rekanku. Kau juga bersama rekanmu, yang rupanya juga rekanku. Dalam mimpi itu, kau tak bertegur sapa denganku. Walaupun, ah, kita berhadapan. Bukankah dulu kita sering bercakap? Ah, aku lupa. Itu dulu. Sekarang, sudah berbeda. Kita berada pada jarak kurang lebih 2 meter. Aku menatap kaca depan bus kota itu, yang tak ubahnya, melihat kau juga-yang duduk tepat di depan kaca. Di samping bapak sopir bus. Kau lantunkan surat Al-Qiyamah, eh atau Al-Fajr. Ckck. Aku lupa dalam mimpi itu, surat apa yang kau baca. Kau lantunkan ayat 1,2,3. Anehnya, pak sopir justru